Manava Seva is Madhava Seva

Rabu, 21 Maret 2012

Sulawesi Tengah

Welcome to my blog!!!
Hehehe... sepertinya kata – kata ini terlalu pasaran yah?? Soalnya udah berulang kali dibilanginnya.. hegehege...:D
Okokok.. langsung to the point aja. Untuk postingan kali ini, saya akan menampilkan mengenai keindahan alam Sulawesi Tengah.:) yaaaa... untuk kesempatan pertama saya akan menampilkan mengenai Kabupaten Morowali. Ada beberapa alasan yang membuat saya untuk memilih kabupaten ini.. (kalo mau tau tanya sendiri aja sama orangnyee.. igiyege??)
Okk.. not take a long time, lets cekidott...

Morowali adalah salah satu kabupaten yang berada di daerah Sulawesi Tengah yang merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Poso. Konon, kata Morowali berasal dari bahasa Suku Wana yang berarti gemuruh. Penggunaan kata Morowali juga merujuk pada tempat tinggal Suku Wana yang berdiam di sekitar daerah aliran Sungai Bongka di pedalaman Bungku Utara, Kabupaten Morowali. Morowali kemudian diabadikan sebagai nama daerah tempat di mana Suku Wana bermukim. (www.alchairaat.8m.net).


Tak banyak yang mengetahui bahwa ternyata Kabupaten Morowali menyimpan begitu banyak keindahan alam yang sangat sayang untuk dilewatkan. Salah satunya adalah cagar alam Morowali yang mempunyai luas 225.000 hektare. Lahan seluas itu berdasarkan perincian keliling total sepanjang 265,84 kilometer yang terdiri dari batas alam sepanjang 36,36 kilometer, batas buatan sepanjang 229,48 kilometer, dan jumlah tapal batas sebanyak 3.197 buah (http://id.wikipedia.org). Wilayah Cagar Alam Morowali meliputi pulau-pulau yang terdapat di kawasan teluk, kawasan dataran rendah, dan daerah pegunungan dengan ketinggian mencapai 2.421 meter.


Begitu menginjakkan kaki di tanah Morowali, pandangan mata Anda akan disegarkan oleh megahnya hamparan pepohonan yang berdiri gagah di tepi sungai-sungai besar. Saat Anda menolehkan penglihatan ke arah lain, indahnya hamparan padang ilalang, danau-danau kecil yang tergenang, dan gugusan pegunungan Tokala yang berdiri angkuh, dijamin akan membuat Anda takjub. Cagar Alam Morowali memang menawarkan tipe ekosistem botani yang lengkap. Jenis hutan yang ada di dalamnya cukup beragam, dari hutan pantai, hutan mangrove, hutan alluvial dataran rendah, hutan lumut, hingga jenis hutan pegunungan (www.infokom-sulteng.go.id).


Selain aneka-rupa flora yang mempesona, di Morowali Anda juga dapat menikmati kehidupan fauna yang tidak kalah komplit. Dari jenis mamalia, Morowali menjadi habitat yang tepat untuk hewan-hewan menyusui khas Sulawesi, seperti anoa, babirusa, kera, kus-kus beruang, babi hutan, rusa, musang abu-abu, serta beberapa jenis dari keluarga kelelawar dan kalong. Cagar Alam Morowali juga memiliki jenis burung yang paling representatif. Berdasarkan habitatnya, burung-burung di Morowali dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu burung air/laut dan burung darat. Jenis burung laut/air di antaranya adalah elang laut paruh putih, belibis, itik pohon, itik liar, pecuk ular,  cangak merah, dan lain-lain (www.ditjenphka.go.id).


Sedangkan yang termasuk ke dalam jenis burung darat antara lain burung maleo, butbut, raja udang, rangkong badak, rangkong sulawesi, yove, buta, burung hantu, jiokaka, katio, keli, vae, sipili, pinski, dan burung gosong (www.ditjenphka.go.id). Jika beruntung, Anda dapat menemukan kawanan burung gosong yang unik di sekitar sungai atau lembah. Namun, Anda juga tetap harus waspada karena di beberapa titik di lokasi Cagar Alam Morowali merupakan habitat asli beberapa jenis hewan reptil yang masih liar, seperti bengkarung, ular sanca atau ular piton, ular rumput, ular hijau kepala segitiga, soa-soa, biawak, serta kura-kura (www.infokom-sulteng.go.id).
Selain sebagai tempat rekreasi yang menyajikan kekayaan flora dan fauna, Cagar Alam Morowali juga menawarkan sejumlah kegiatan lainnya, antara lain:
  • Penelitian, terutama di bidang biologi, ekologi, geologi, dan kehidupan sosial budaya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Morowali di antaranya adalah penelitian mengenai sistem perladangan berpindah dan cara perburuan yang dilakukan Suku Wana.
  • Pendidikan, yakni dengan melakukan proses pengenalan tumbuh-tumbuhan, pembinaan cinta alam, serta pendidikan kader konservasi.
  • Pendakian, antara lain dengan kegiatan pendakian di beberapa gunung yang terdapat di Morowali, misalnya Gunung Tambusisi yang memiliki ketinggian sekitar 2.422 meter, Gunung Morowali dengan tinggi 2.280 meter, gunung berpuncak kembar yakni Gunung Tokala yang mempunyai ketinggian hingga 2.630 meter (www.infokom-sulteng.go.id).
Di Morowali, Anda dapat menyaksikan dan bahkan terlibat dalam kehidupan sehari-hari Suku Wana secara langsung. Suku Wana terkenal dengan kebiasaan berburu babi hutan, rusa, dan babirusa. Orang-orang Suku Wana juga memiliki sistem perladangan gilir balik atau berpindah-pindah. Mereka menebang dan membakar sedikit areal hutan yang kemudian digarap untuk berladang selama 1-2 tahun. Kemudian, areal itu ditinggalkan dengan maksud mengembalikan kesuburan tanahnya (www.fkkm.org). Warga Suku Wana yang belum mengenal kehidupan modern ini menetap di sejumlah desa, terutama yang terletak di sekitar Lembah Sobuku dan Kayu Merangka, antara lain di Desa Posangke, Desa Kayupoli, Desa Uwewaju, Desa Ratobae, Desa Sangkoe, dan Desa Langada.
Karakteristik budaya “Masyarakat Adat Wana” menawarkan persentuhan alami yang sungguh-sungguh eksotis. Selama ini Masyarakat Adat Wana menjadi salah satu target kunjungan wisatawan asing dan lokal. Kesederhanaan dan cara pandang tentang alam (pengale) menyebabkan mereka masih memegang teguh adat istiadat. Tersebar dalam wilayah mukim di Posangke, Kayupoli, dan Kajumarangka dengan kemampuan mobilitas luas (peladang berpindah dengan sistem rotasi), memiliki seni yang tinggi dalam wujud kerajinan rotan, seni membuat sumpit sebagai alat berburu dengan budaya hidup berupa Momago dan Momata yang terpelihara baik hingga sekarang.

Selain Suku Wana, suku-suku lainnya yang mendiami wilayah Morowali di antaranya adalah Suku Mori, Bungku, Bugis, Kaili, dan suku-suku pendatang yang saling membaur satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Morowali mempunyai aktivitas beraneka ragam, namun matapencaharian mereka yang dominan adalah sebagai nelayan dan petani.
Sajian menarik yang bisa Anda nikmati di kompleks Cagar Alam Morowali belum habis sampai di situ. Masih banyak obyek wisata lain yang dapat Anda temui di Morowali, salah satunya adalah Teluk Tomori yang menyajikan pesona wisata taman laut dengan batu payung sebagai ciri khasnya. Ada juga Gua Tapak Tangan yang terletak di Desa Tapahulu dan Ganda yang konon terkait erat dengan legenda Sawerigading (www.infokom-sulteng.go.id).




Potensi Teluk Tomori juga menjadi andalan utama dimana pantai dan gugusan pulau-pulau menawarkan keindahan khas wisata bahari. Pantai Kolonodale dengan perairan laut yang tenang karena gugusan pegunungan disertai kitaran pemukiman penduduk menjadi pemandangan tersendiri dalam melihat dinamika sosial budaya masyarakat Kolonodale. Belum lagi pulau-pulau dengan pantai pasir putihnya yang mencuap ditengah gelombang laut. Hamparan mangrove serta jajaran pemukiman nelayan seperti dipulau Tokonanaka, Lapangga, Tanjung Tante, Tanjung Poso, Kosa dan Gililana, gugusan karst yang berdiri kokoh ditengah laut semakin memperindah suasana pantai.

Masih ada lagi obyek wisata lainnya di kawasan Cagar Alam Morowali, yakni dua air terjun yang terletak di sebelah utara Danau Amba dan di hulu Sungai Salato, sumber api di hulu Sungai Morowali, tiga batu tilam di hulu Sungai Salato, Kayu Poly, dan di jalan antara Posangke Uewaju, serta gua kapur/karst yang berada di dekat Desa Torongo (www.ditjenphka.go.id). Dengan sajian berbagai macam obyek wisata yang dapat Anda kunjungi, bisa dipastikan petualangan Anda di Cagar Alam Morowali akan berlangsung seru dan meninggalkan kesan yang mendalam.

1 komentar:

  1. Saya suka sekali postingannya. Keren!!!
    Kalau ke sulawesi tengah jangan lupa ke Benteng Fafontofure, ya!!!.

    BalasHapus